Ciamis Pos – Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN), Nusron Wahid, mengungkapkan bahwa investigasi terkait dugaan penyalahgunaan wewenang dalam kasus pagar laut yang terjadi di Bekasi, Jawa Barat, telah selesai. Menurutnya, beberapa pegawai BPN yang terlibat dalam kasus tersebut akan diberhentikan dari jabatannya. Pengumuman tentang pemecatan ini diperkirakan akan dilakukan dalam waktu dekat.
Usai bertemu dengan Presiden Prabowo Subianto di Istana Kepresidenan Jakarta, Nusron menyampaikan perkembangan terkini terkait kasus tersebut. Dalam pertemuan yang digelar pada Senin (3/3), Nusron memberikan keterangan terkait penyalahgunaan sertifikat tanah di Bekasi dan Tangerang, yang terkait dengan kasus pagar laut.
Nusron menjelaskan bahwa proses investigasi terhadap aparat BPN yang terlibat dalam kasus di Bekasi telah selesai dilakukan. Ia mengungkapkan bahwa beberapa orang yang terlibat dalam kasus ini kemungkinan akan diberhentikan dalam waktu dekat. Pernyataan tersebut mengindikasikan bahwa tindakan tegas akan diambil untuk memastikan tidak terulangnya praktik penyalahgunaan wewenang dalam institusi BPN.
Lebih lanjut, Nusron mengungkapkan modus operandi dalam kasus tersebut, di mana oknum pejabat di tingkat bawah diduga terlibat dalam pemindahan peta bidang tanah ke laut. Kasus ini bermula dari 89 sertifikat yang terdaftar dengan nomor induk bidang yang tercatat atas nama 84 orang, dengan luas lahan mencapai 11,6 hektare. Namun, setelah sertifikat-sertifikat tersebut dipindahkan ke laut, luasnya justru meningkat menjadi 79 hektare. Selain itu, kepemilikan sertifikat tersebut juga berubah drastis, dari semula dimiliki oleh 84 orang, menjadi hanya 11 orang, dengan salah satunya adalah oknum kepala desa setempat.
Dalam penjelasannya, Nusron mengungkapkan bahwa ia baru mengetahui bahwa 89 sertifikat yang terlibat dalam kasus tersebut didaftarkan melalui skema Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL). Program PTSL ini, yang dirancang untuk mempermudah proses pendaftaran tanah, ternyata memiliki kelemahan. Nusron menyatakan bahwa akun PTSL yang digunakan untuk mendaftar tanah tersebut dikelola oleh tim di bawah koordinator pelaksana PTSL di tingkat kabupaten, yang memberikan celah untuk penyalahgunaan wewenang. Akun PTSL ini biasanya dikelola oleh pejabat BPN seperti Kepala Kantor atau Kepala Seksi, namun ternyata tim di bawah koordinasi pelaksana PTSL juga bisa mengakses akun tersebut.
Penyalahgunaan wewenang dalam kasus ini diduga dilakukan oleh pejabat BPN yang tidak berasal dari eselon 1 atau eselon 2. Nusron menegaskan bahwa pejabat yang terlibat dalam kasus pagar laut ini berada pada tingkat yang lebih rendah dalam struktur organisasi BPN, yang mungkin memudahkan mereka untuk melakukan manipulasi data tanah.
Selain itu, dalam pertemuannya dengan Presiden Prabowo, Nusron juga membahas masalah tumpang tindih kepemilikan sertifikat hak milik (SHM) yang sering terjadi akibat kesalahan administrasi pertanahan di masa lalu. Nusron menjelaskan bahwa banyak sertifikat yang diterbitkan pada periode 1960-1987 tidak memiliki peta bidang tanah yang jelas. Kondisi ini menyebabkan terjadinya permasalahan kepemilikan yang sulit diselesaikan di kemudian hari. Tumpang tindih kepemilikan tersebut sering kali menimbulkan sengketa antara pemilik tanah yang sah dan pihak lain yang mengklaim tanah tersebut.
Nusron menyebutkan bahwa pihaknya akan terus berupaya memperbaiki sistem administrasi pertanahan agar masalah seperti ini tidak terulang lagi. Salah satu langkah yang akan diambil adalah memastikan agar peta bidang tanah yang terdaftar lebih akurat dan terverifikasi dengan baik. Selain itu, peningkatan transparansi dalam proses pendaftaran dan pengelolaan sertifikat tanah juga menjadi prioritas dalam upaya memperbaiki sistem pertanahan di Indonesia.
Dengan investigasi yang telah selesai dan tindakan tegas yang akan diambil terhadap pejabat BPN yang terlibat dalam kasus pagar laut, diharapkan kejadian serupa tidak akan terulang di masa depan. Pemerintah melalui Kementerian Agraria dan Tata Ruang berkomitmen untuk memastikan bahwa proses pertanahan di Indonesia berjalan dengan baik dan bebas dari praktik penyalahgunaan wewenang.