Ciamis Pos – Seorang ibu rumah tangga yang dikenal dengan inisial ML menjadi korban kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) yang diduga dilakukan oleh suaminya, seorang anggota Satlantas Polrestabes Palembang dengan inisial AW. Meskipun laporan telah diajukan pada April 2024, kasus ini belum mendapatkan tindak lanjut selama 11 bulan. Kejadian itu terjadi pada Februari 2024, di mana ML mengaku telah mengalami kekerasan fisik yang cukup parah hingga harus mendapatkan perawatan medis.
Menurut ML, saat itu dirinya merasa curiga dengan perilaku suaminya. Kecurigaan tersebut muncul setelah ML menemukan percakapan mesra di ponsel suaminya dengan seorang wanita yang diduga merupakan selingkuhannya. Ketika suaminya sedang tidur, ML memeriksa ponsel dan menemukan bukti percakapan tersebut. Tanpa menunggu lama, ia kemudian membangunkan AW dan meminta penjelasan mengenai isi percakapan yang telah ditemukan. Namun, bukan penjelasan yang didapat, melainkan kemarahan yang disertai dengan tindakan kekerasan.
ML menceritakan bagaimana suaminya melemparkan ponsel ke wajahnya, yang mengenai bagian pipi bawah matanya hingga menyebabkan luka yang cukup serius. Luka tersebut mengharuskan ML untuk mendapat jahitan di rumah sakit. “Dia melempar HP kena bawah mata saya, saya sampai ke rumah sakit untuk dijahit,” ujar ML mengenang peristiwa tragis tersebut.
Setelah kejadian tersebut, perselisihan antara ML dan AW berusaha didamaikan oleh pihak keluarga. Mertuanya, yang juga seorang anggota polisi, meminta ML untuk menyatakan bahwa luka yang dialaminya bukan akibat KDRT, melainkan karena sebuah kecelakaan. Di bawah tekanan, ML mengaku mengikuti permintaan tersebut, meskipun luka tersebut jelas merupakan akibat dari kekerasan yang dilakukan oleh suaminya.
ML berharap dengan menerima permintaan tersebut, suaminya akan berubah dan mereka bisa membina keluarga yang harmonis kembali. Namun, harapannya hancur setelah suaminya mulai menjauh dan menelantarkan dirinya serta anak-anak mereka. Sejak April 2024, ML merasa diabaikan oleh suaminya yang tak lagi memberi nafkah, membuatnya akhirnya memutuskan untuk kembali ke rumah orang tuanya.
ML kemudian melaporkan kejadian ini ke pihak kepolisian. Namun, meski laporan telah disampaikan, tidak ada tindak lanjut yang dilakukan. “Saya lapor polisi, tapi laporan saya tidak pernah ditindaklanjuti, padahal jelas KDRT yang saya alami,” kata ML, yang kini merasa kecewa dengan lambannya proses hukum terhadap kasus yang menimpanya.
Kuasa hukum ML, Franky Adiatmo, juga mengungkapkan kekecewaannya terhadap sikap kepolisian yang dinilai tidak serius menangani laporan KDRT yang disampaikan kliennya. Franky menyebutkan bahwa selama hampir satu tahun, baik ML maupun anaknya harus menderita akibat tidak mendapatkan nafkah dari AW. “Sudah 11 bulan laporan disampaikan, tapi tidak ada kejelasan. Ada apa ini?” ungkap Franky dengan nada kesal.
Franky menduga adanya upaya penggiringan opini oleh AW dan keluarganya terkait luka yang diderita oleh ML. Menurutnya, luka yang dialami oleh ML jelas bukan akibat kecelakaan, melainkan merupakan dampak dari kekerasan rumah tangga. “Yang bilang kecelakaan karena klien saya ketika itu di bawah tekanan mertuanya, faktanya benar akibat KDRT,” tegas Franky. Ia juga menambahkan bahwa jika memang itu adalah kecelakaan, luka yang hanya terjadi pada bagian mata saja terasa tidak logis, sementara bagian tubuh lain tidak mengalami lecet ataupun memar.
Kasubdit IV Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Ditreskrimum Polda Sumsel, AKBP Raswidiati Anggraini, hingga saat ini belum memberikan keterangan lebih lanjut terkait laporan yang disampaikan oleh ML. Saat dihubungi, Raswidiati hanya menyatakan bahwa informasi terkait laporan tersebut akan disampaikan oleh Kabid Humas Polda Sumsel.
Kasus ini mengundang perhatian publik, terutama terkait dengan perlakuan kepolisian dalam menangani kasus kekerasan dalam rumah tangga, yang sering kali terabaikan atau tidak diproses dengan cepat. ML dan anak-anaknya kini berada dalam kondisi yang sangat sulit, sementara AW, yang seharusnya bertanggung jawab sebagai kepala keluarga, malah melarikan diri dari kewajiban-kewajibannya. Masyarakat berharap agar kasus ini segera mendapatkan perhatian serius dan pengadilan yang adil bagi korban.