Ciamis Pos – Pada Senin, 17 Februari, Raja Abdullah II dari Yordania kembali menegaskan penolakan tegasnya terhadap pemindahan paksa warga Palestina. Pernyataan ini disampaikan dalam sebuah pertemuan dengan sejumlah pensiunan militer yang diadakan di Royal Hashemite Court, yang tercatat dalam sebuah pernyataan resmi.
Raja Abdullah menegaskan bahwa selama 25 tahun terakhir, ia secara konsisten menentang ide pemindahan paksa, pemukiman kembali, atau konsep tanah air alternatif bagi warga Palestina. Dalam pernyataannya tersebut, Raja Abdullah mengecam pihak-pihak yang meragukan keteguhan sikapnya yang telah teruji waktu ini.
Lebih lanjut, Raja Abdullah juga menyoroti pentingnya de-eskalasi ketegangan di Tepi Barat. Ia menekankan bahwa hanya dengan mencapai perdamaian yang adil dan berlandaskan solusi dua negara, stabilitas di kawasan dapat terwujud. Solusi dua negara, menurut Raja Abdullah, merupakan jalan satu-satunya untuk memastikan kedamaian yang langgeng bagi Palestina dan Israel.
Sebagai bagian dari upayanya untuk melindungi kepentingan Yordania, Raja Abdullah menekankan bahwa prioritas utamanya adalah menjaga stabilitas negaranya serta melindungi rakyat Yordania. Ia juga menegaskan pentingnya upaya membangun kembali Gaza, namun dengan pendekatan yang tidak melibatkan penggusuran warga Palestina yang telah tinggal di sana.
Pada minggu sebelumnya, Raja Abdullah bertemu dengan Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, di Gedung Putih. Dalam pertemuan tersebut, Trump kembali mengungkapkan keinginannya untuk merelokasi warga Gaza dan menjadikan wilayah kantong tersebut sebagai area yang dikelola oleh Amerika Serikat, dengan tujuan mengembangkannya menjadi sebuah kawasan wisata. Keinginan ini jelas bertentangan dengan sikap Raja Abdullah yang menekankan pentingnya hak warga Palestina untuk tetap tinggal di tanah mereka.
Sementara itu, situasi di Gaza terus memanas dengan gencatan senjata yang berlaku sejak 19 Januari lalu. Gencatan senjata ini menghentikan sementara kekerasan yang telah berlangsung, yang mengakibatkan hampir 48.300 warga Palestina tewas dan menghancurkan sebagian besar wilayah Gaza. Perang genosida yang terjadi di Gaza ini mendapatkan sorotan internasional, dengan berbagai pihak mendesak agar pertanggungjawaban atas pelanggaran hak asasi manusia dituntut.
Selain itu, Mahkamah Pidana Internasional (ICC) pada bulan November tahun lalu mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap Kepala Otoritas Israel, Benjamin Netanyahu, serta mantan Kepala Pertahanan Israel, Yoav Gallant, atas tuduhan kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan yang terjadi di Gaza. Kasus ini semakin memperburuk citra Israel di hadapan dunia internasional, yang juga menghadapi gugatan di Mahkamah Internasional (ICJ) terkait tuduhan genosida dalam perang yang terjadi di Gaza.
Raja Abdullah II, dengan tegas dan konsisten, terus mengemukakan sikap Yordania dalam menyikapi berbagai perkembangan di wilayah Palestina. Di tengah ketegangan yang terus berlanjut, penolakan terhadap pemindahan paksa dan perjuangan untuk perdamaian yang adil menjadi titik utama dari kebijakan luar negeri Yordania.